Fri. Mar 31st, 2023

Akun fasilitas sosial terutama TikTok kini tidak hanya dimiliki kaum milenial. Rupanya kalangan ibu alias emak-emak turut terjun ‘menjajah’ dan mencuri perhatian. Anda tentu masih ingat bersama dengan unggahan video TikTok memuat emak-emak yang berjoget di jembatan Suramadu. Ada pula yang mengfungsikan TikTok untuk melacak pasangan bikin sang anak.

Sesuatu yang tak biasa sebenarnya enteng viral dan memicu pembicaraan netizen. Rena Masri, psikolog Q Consulting, Pondok Pinang, menjelaskan fenomena ini susah digeneralisasi mengingat tidak seluruh emak-emak menentukan terjun ke TikTok.

Namun lihat keadaan pandemi, tampaknya TikTok sebenarnya jadi suatu hal yang baru sekaligus menimbulkan motivasi bersama dengan cara menyenangkan untuk banyak orang, juga emak-emak. 

 

Orang jemu di jaman pandemi, kebiasaan tidak sama jadi banyak adaptasi, perlu di tempat tinggal saja, biasanya sanggup keluar, bertemu rekan bikin rilis stres, jadi enggak bisa. Orang cari suatu hal yang baru yang sanggup bikin semangat, termotivasi, merasa jajal TikTok.

Media sosial ada banyak namun kenapa emak-emak banyak menambatkan diri terhadap TikTok?

Menurut Rena, terpilihnya TikTok tentu ada beberapa faktor. Dia menduga ini juga kemudahan akses dan penggunaan. Selain itu, ada banyak Info yang dikemas tidak sama dan kelihatan lebih menyenangkan, seperti apabila aneka tarian atau aksi lainnya seperti agency tiktok indonesia.

Buat beberapa kaum milenial, fasilitas sosial jadi fasilitas eksistensi diri. Namun bikin emak-emak, Rena lihat tujuannya tidak hanya itu. Ada yang mengfungsikan fasilitas sosial untuk ‘tampil’, ada pula yang mengupayakan meminimalisir stres, dan mengurangi jenuh.

“Banyak faktor, enggak hanya pengin eksis. Kita ini tipenya kecuali ada suatu hal yang digandrungi, tengah up-to-date, lalu ikut-ikutan tanpa lihat itu cocok apa tidak bersama dengan sifat diri kita,” imbuhnya.

Meski demikian, bersama dengan alasan apapun, emak-emak perlu pandai menentukan dan memilah konten atau aksi positif yang sanggup dilakukan. Yang disayangkan adalah disaat mereka jalankan aksi nekat dan membahayakan diri sendiri dan keluarga hanya demi eksistensi semata di fasilitas sosial.

 

Bijak bermedia sosial

Penggunaan fasilitas sosial menyadari membawa efek tidak hanya pemanfaatan TikTok namun juga fasilitas sosial lain seperti, Instagram, Facebook, Twitter, WhatsApp. Informasi didapat bersama dengan cepat, pun orang jadi enteng bersosialisasi terutama di jaman pandemi seperti sekarang. Namun, pemanfaatan fasilitas sosial juga sanggup memicu emak-emak jadi sering membandingkan diri bersama dengan orang lain.

Rena mengingatkan unggahan di fasilitas sosial belum tentu melukiskan keadaan yang sebenarnya. Anda tentu memilah unggahan, menentukan yang paling bagus lalu mengfungsikan filter agar lebih menarik.

“Unggahan foto jalan-jalan, padahal itu jalan-jalan yang dulu, sebelum akan pandemi. Ada unggahan foto bersama dengan pasangan, wuih..dia kayaknya bahagia mirip pasangan sebab mengunggah foto berdua. padahal belum tentu juga gitu. Akhirnya ini sanggup memicu konflik bersama dengan pasangan, kok pasangan enggak sanggup gitu,” ujarnya.

Kemudian mendapatkan unggahan yang menggugah emosi, menimbulkan perasaan tidak nyaman hingga mempengaruhi kesehatan mental. Kadang bukan dihindari malah tambah banyak menggunakan sementara lihat unggahan mirip sebab merasa tidak enak bersama dengan orang yang diikuti. Padahal, Anda bebas mengfungsikan fitur ‘Hide’ atau ‘Unfollow’.

Sementara itu, alih-alih memakai TikTok atau fasilitas sosial lainnya untuk aksi yang ekstrem dan kadang-kadang condong beresiko demi eksistensi diri, bersama dengan terjun ke fasilitas sosial, emak-emak sanggup memantau anak mereka sementara mengfungsikan fasilitas sosial. Orang tua sanggup menyadari lingkungan pertemanan sang anak. Namun Rena mengingatkan agar orang tua selamanya menahan diri dan tidak reaktif bersama dengan unggahan anak.

Jangan sampai, lanjutnya, orang tua malah menjadikan fasilitas sosial sebagai lahan menasihati anak hingga anak merasa terganggu. Saat anak terganggu, sanggup dibayangkan bakal ada akun kedua, ketiga dan seterusnya. Pun interaksi pada orang tua dan anak malah renggang.

“Kalau ke anak, kedekatan emosionalnya dapet dulu. Nanti anak enteng mendengarkan dan terbuka. Apapun yang kekinian, (termasuk TikTok), diamati pernah cocok bersama dengan kami atau tidak dan mengfungsikan fasilitas sosial bersama dengan bijak,” imbuhnya.

 

By roket